Di tengah keterbatasan lahan perkotaan, vertikultur hadir sebagai inovasi cerdas dalam dunia pertanian. Metode bertani vertikal ini memungkinkan budidaya tanaman secara bertingkat, memaksimalkan penggunaan ruang secara efisien dan produktif. Vertikultur menjadi jawaban bagi mereka yang ingin bercocok tanam namun terkendala lahan sempit, seperti di apartemen, rumah padat penduduk, atau area perkotaan lainnya. Konsep bertani vertikal ini tidak hanya fungsional tetapi juga estetis. Pada hari Senin, 14 Juli 2025, Dinas Ketahanan Pangan Jakarta meluncurkan program edukasi vertikultur bagi warga ibu kota, menargetkan 5.000 rumah tangga.
Keunggulan utama vertikultur adalah efisiensi ruang. Dengan menata tanaman secara vertikal, baik menggunakan rak bertingkat, pot gantung, maupun dinding modular, seseorang dapat menanam lebih banyak tanaman di area yang jauh lebih kecil dibandingkan metode konvensional. Ini sangat ideal untuk daerah perkotaan dengan harga tanah yang tinggi dan ketersediaan lahan yang minim. Selain itu, vertikultur juga dapat membantu mengurangi food mileage (jarak tempuh makanan dari kebun ke meja makan), sehingga menghasilkan sayuran yang lebih segar dan meminimalkan jejak karbon. Sebuah studi kasus dari program “Urban Farming RW 05” di Jakarta Selatan yang dimulai pada Januari 2025 menunjukkan bahwa sistem vertikultur 2×1 meter mampu menghasilkan panen sayuran setara dengan lahan horizontal 4×2 meter.
Berbagai jenis tanaman dapat ditanam dengan metode bertani vertikal, terutama sayuran daun seperti selada, bayam, kangkung, serta tanaman herbal seperti mint dan seledri. Buah-buahan kecil seperti stroberi dan tomat cherry juga cocok untuk sistem ini. Media tanam yang digunakan bervariasi, mulai dari tanah biasa dalam pot, hidroponik, hingga aeroponik yang terintegrasi. Penting untuk memastikan tanaman mendapatkan pencahayaan yang cukup dan nutrisi yang memadai di setiap tingkatnya. Petugas penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor pada 28 Mei 2025 melaporkan peningkatan minat masyarakat terhadap kursus vertikultur yang mereka adakan.
Dengan demikian, vertikultur adalah solusi inovatif dan berkelanjutan untuk kebutuhan pangan di perkotaan. Bertani vertikal tidak hanya mengatasi keterbatasan lahan, tetapi juga berkontribusi pada lingkungan yang lebih hijau, pasokan makanan segar yang terjamin, dan pemberdayaan masyarakat. Ini membuktikan bahwa pertanian tidak harus selalu identik dengan lahan luas, melainkan bisa dilakukan di mana saja, bahkan di tengah hiruk pikuk kota.