Kebijakan Pertanian Inklusif: Mendorong Kesejahteraan Petani Skala Kecil

Author:

Petani skala kecil merupakan tulang punggung sistem pangan global, namun seringkali mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap fluktuasi pasar, perubahan iklim, dan kurangnya akses terhadap sumber daya. Oleh karena itu, penerapan kebijakan pertanian inklusif menjadi sangat krusial untuk memberdayakan mereka dan meningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan. Kebijakan pertanian inklusif memastikan bahwa semua petani, terutama yang kecil dan kurang beruntung, memiliki akses yang adil terhadap lahan, modal, teknologi, dan pasar. Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) pada akhir tahun 2024 di beberapa negara Asia menunjukkan bahwa kebijakan inklusif mampu meningkatkan pendapatan petani skala kecil hingga 20% dalam kurun waktu tiga tahun.

Pentingnya kebijakan pertanian inklusif terletak pada kemampuannya untuk mengatasi akar masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan di sektor pertanian. Pertama, petani skala kecil seringkali menghadapi masalah akses lahan yang terbatas atau tidak aman. Kebijakan inklusif dapat mendukung reforma agraria atau program sertifikasi lahan untuk memberikan kepastian hukum kepada petani. Kedua, akses terhadap permodalan dan kredit seringkali sulit didapatkan oleh petani kecil karena minimnya jaminan atau informasi. Kebijakan yang inklusif dapat menyediakan skema kredit mikro, subsidi bunga, atau bantuan hibah yang terjangkau. Misalnya, pada 15 Mei 2025, Kementerian Keuangan meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus sektor pertanian dengan bunga rendah untuk petani kecil yang disetujui dalam 7 hari kerja.

Ketiga, minimnya akses terhadap teknologi dan informasi pertanian modern membuat petani kecil sulit meningkatkan produktivitas. Kebijakan inklusif dapat memfasilitasi pelatihan, penyuluhan, dan penyediaan alat pertanian sederhana yang tepat guna. Keempat, akses pasar yang terbatas seringkali membuat petani kecil bergantung pada tengkulak, yang menekan harga jual produk mereka. Kebijakan yang mendukung pembentukan koperasi petani, kemitraan langsung dengan pembeli, atau platform pemasaran digital dapat mengatasi masalah ini.

Untuk mengimplementasikan kebijakan pertanian inklusif secara efektif, beberapa strategi dapat diterapkan. Pertama, penguatan kelembagaan petani melalui pembentukan dan pemberdayaan kelompok tani serta koperasi. Ini memungkinkan petani untuk memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan mengakses layanan secara kolektif. Kedua, pengembangan infrastruktur pedesaan yang mendukung pertanian, seperti jalan usaha tani, irigasi, dan gudang penyimpanan. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi pada 20 Februari 2025 telah meresmikan 50 km jalan usaha tani baru di wilayah pedesaan untuk memperlancar distribusi hasil panen.

Ketiga, dukungan terhadap riset dan pengembangan varietas tanaman atau bibit ternak yang cocok untuk kondisi lahan dan iklim lokal. Keempat, program asuransi pertanian untuk melindungi petani dari risiko gagal panen akibat bencana alam atau hama. Kelima, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petani tentang praktik pertanian yang baik, manajemen bisnis, dan literasi keuangan. Dengan upaya-upaya ini, kebijakan pertanian inklusif tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan petani skala kecil, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional dan mendorong pembangunan ekonomi yang lebih merata.