Horizon Baru Pertanian Malut: Mengatasi Jerat Utang dan Konversi Lahan

Author:

Pertanian Malut (Maluku Utara), dengan kekayaan komoditas rempah seperti pala, cengkeh, dan kelapa, adalah sektor vital yang menopang kehidupan ribuan petani. Namun, di balik potensi yang luar biasa ini, petani dihadapkan pada dua tantangan besar: jerat utang dari tengkulak dan ancaman konversi lahan. Mengatasi dua masalah ini menjadi kunci utama untuk memastikan keberlanjutan Pertanian Malut dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Jerat utang seringkali dimulai ketika petani membutuhkan modal untuk biaya produksi, mulai dari pengadaan bibit, pupuk, hingga upah buruh. Keterbatasan akses terhadap lembaga keuangan formal memaksa mereka meminjam kepada tengkulak atau rentenir dengan bunga tinggi atau sistem ijon (menjual hasil panen di muka dengan harga murah). Ketika panen tiba, harga jual yang ditetapkan oleh tengkulak seringkali jauh di bawah harga pasar, membuat petani sulit melunasi utang dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh kelompok advokasi petani di Maluku Utara pada April 2025 menunjukkan bahwa rata-rata petani menghadapi bunga pinjaman dari tengkulak yang bisa mencapai 30-50% per musim tanam.

Selain jerat utang, Pertanian Malut juga terancam oleh laju konversi lahan. Lahan-lahan produktif yang seharusnya digunakan untuk budidaya komoditas unggulan, kini semakin banyak beralih fungsi menjadi area pertambangan, perkebunan kelapa sawit, atau bahkan permukiman. Perubahan fungsi lahan ini tidak hanya mengurangi luas lahan pertanian, tetapi juga mengancam mata pencaharian petani dan merusak ekosistem lokal. Data dari Dinas Pertanian dan Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara per 15 Juni 2025, mencatat bahwa sekitar 75 hektar lahan pertanian produktif telah beralih fungsi dalam tiga tahun terakhir.

Untuk mengatasi jerat utang, pemerintah dan lembaga terkait perlu memperkuat akses petani ke permodalan yang adil, seperti kredit usaha rakyat (KUR) dengan skema yang lebih mudah dijangkau. Pembentukan koperasi petani yang kuat juga dapat membantu petani memperoleh harga jual yang lebih layak dan mengurangi ketergantungan pada tengkulak. Sedangkan untuk mengatasi konversi lahan, diperlukan regulasi yang lebih ketat, penegakan hukum yang tegas terhadap alih fungsi lahan ilegal, serta program insentif bagi petani yang mempertahankan lahan pertaniannya. Program rehabilitasi lahan bekas tambang juga harus digalakkan.

Dengan sinergi antara kebijakan pemerintah yang pro-petani, pendampingan, dan partisipasi aktif masyarakat, Pertanian Malut dapat melepaskan diri dari jerat utang dan ancaman konversi lahan. Ini adalah langkah krusial untuk menciptakan masa depan pertanian yang berkelanjutan dan menyejahterakan para pahlawan pangan di Maluku Utara.